MATEMATIKA
TRADISIONAL
Matematika diletakkan
sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih
ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi
konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika
urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat.
Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan
yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari
pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan
hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung dan
bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada
melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak
jelas, dan urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya.
Urutan operasi hitung pada
era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan kurang.
,maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung yang dimana
perkalian harus didahulukan walau dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
setelah itu penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974
sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk
menunjukkan kelemahan urutan tersebut.
Dalam matematika
traditional, guru merupakan atau dianggap sebagai gudang ilmu, guru bertindak
otoriter, guru mendominasi kelas dengan kata lain guru mendominasi pembelajaran
dan senantiasa menjawab ‘dengan segera’ terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa.
Guru mengajarkan ilmu, guru langsung membuktikan dalil-dalil, guru memberikan
contoh-contoh soal. Sedangkan murid harus duduk rapi mendengarkan, meniru
pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara si guru menyelesaikan
soal-soal.
Murid bertindak pasif.
Murid-murid yang dapat dengan baik meniru cara-cara yang diberikan oleh guru
itulah yang dianggap belajarnya berhasil. Murid-murid pada umumnya kurang
diberi kesempatan untuk berinisiatif, mencari jawaban sendiri, merumuskan
dalil-dalil. Murid-murid umumnya dihadapkan kepada pertanyaan “bagaimana
menyelesaikan soal” tetapi bukan kepada “mengapa kita dapat melakukan
langkah-langkah demikian”.
0 Comments:
Posting Komentar