Bilangan Prima



A.   BILANGAN PRIMA
       Dalam matematika , bilangan prima adalah bilangan asli  yang lebih besar dari 1, yang faktor pembaginya adalah 1 dan bilangan itu sendiri. 2 dan 3 adalah bilangan prima. 4 bukan bilangan prima karena 4 bisa dibagi 2. Sepuluh bilangan prima yang pertama adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23 dan 29.
       Jika suatu bilangan yang lebih besar dari satu bukan bilangan prima, maka bilangan itu disebut bilangan komposit . Cara paling sederhana untuk menentukan bilangan prima yang lebih kecil dari bilangan tertentu adalah dengan menggunakan saringan Eratosthenes  Secara matematis, tidak ada "bilangan prima yang terbesar", karena jumlah bilangan prima adalah tak terhingga.
       Bilangan prima terbesar yang diketahui  per 2013 adalah 257,885,161 − 1. Bilangan ini mempunyai 17,425,170 digit dan merupakan bilangan prima Mersenne  yang ke-48. M57885161 (demikian notasi penulisan bilangan prima Mersenne ke-48) ditemukan oleh Curtis Cooper pada 25 Januari  2013 yang merupakan profesor-profesor dari University of Central Missouri bekerja sama dengan puluhan ribu anggota lainnya dari proyek GIMPS .
       Jadi bilangan prima adalah bilangan-bilangan  sail/asli yang hanya bisa dibagi dirinya sendiri dan satu, atau bilangan yang memiliki 2 faktor, dan angka satu bukan bilangan prima.
Contoh: 2,3,5,7,11,13,17,….

B.   Rumus Bilangan Prima
       Selama berabad-abad, banyak matematikawan telah mencoba untuk mencari rumusan yang dapat digunakan dalam menentukan bilangan prima. Semua bilangan prima yang lebih besar dari 2 jelas merupakan bilangan gasal (ganjil) sehingga orang percaya bahwa untuk suatu bilangan prima p, -1 juga merupakan bilangan prima. Persamaan ini sama halnya dengan persamaan yang diungkapkan oleh Mersenne, yakni rumus: = -1, n>1. Namun, hal tersebut kemudian terbukti tidak benar. Pada tahun 1536, Regius membuktikan bahwa bilangan -1=2047=23 89, bukan bilangan prima.
       Cara yang paling sederhana untuk mencari bilangan prima adalah dengan menggunakan metode saringan Eratosthenes (Sieve of Eratosthenes), sebuah karya dari Eratosthenes (240 SM), seorang ilmuwan Yunani Kuno. Cara ini yang paling sederhana dan paling cepat untuk menemukan bilangan prima, sebelum saringan Atkin ditemukan pada tahun 2004. Saringan Atkin merupakan cara yang lebih cepat namun lebih rumit dibandingkan dengan saringan Eratosthenes.
Misalkan, kita hendak menemukan semua bilangan prima di antara 1 sampai bilangan bulat 50. Peragaaun saringan Eratosthenes untuk membuat daftar bilangan kurang dari atau sama dengan 50 dilakukan sebagai berikut:
1.      Membuat daftar bilangan mulai dari 1 sampai dengan 50,
2.      Mencoret bilangan 1 dari daftar bilangan tersebut,
3.      Membiarkan bilangan 2 dan mencoret semua bilangan kelipatan 2
4.      Membiarkan bilangan 3 dan mencoret semua bilangan kelipatan 3
5.      Membiarkan bilangan 5 dan mencoret semua bilangan kelipatan 5,
6.      Membiarkan bilangan 7 dan mencoret semua bilangan kelipatan 7,
7.      Membiarkan semua bilangan yang belum dicoret,
8.      Melihat hasil bilangan yang dibiarkan dan tidak dicoret.
9.      Mendaftar semua bilangan prima yang kurang dari 50, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43 dan 47.
(catatan: beberapa bilangan mendapat pencoretan lebih dari sekali)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
       Penggunaan saringan Eratosthenes tidak dapat secara memuaskan untuk menguji langsung suatu bilangan adalah bilangan prima atau bukan bilangan prima, sehingga banyak “formula” lain yang dibuat untuk menghasilkan bilangan prima. Rumus atau formula itu antara lain:


1)      f(n)= -n+41
Untuk n=1 sampai dengan n=40, diperoleh daftar angka yang merupakan bilangan prima. Tetapi, untuk n=41 maka f(41)=  bukan bilangan prima karena 1681 habis dibagi 1, 41 dan 1681. Dengan demikian, f(n)= -n+41 gagal menjadi rumus bilangan prima.
2)      f(n)= -79n+1601
Formula ini gagal menjadi rumus bilangan prima sebab f(81)= -79(81)+1601=1763, di mana faktor dari 1763 adalaah 1, 41,43 dan 1763, sehingga 1763 bukan bilangan prima.
3)      f(n)= +1
Rumus ini dibuat oleh Fermat. Jika secara berturut-turut n diganti dengan 1, 2, 3 dan 4 maka diperoleh semuanya adalah bilangan prima. Tetapi, jika n diganti dengan 5 maka f(5)= +1=4.294.967.297. Hasil ini bukan bilangan prima karena habis dibagi oleh 641. Jadi, rumus Fermat gagal menghasilkan bilangan prima untuk n=5.
4)      Bilangan prima Sophie Germain. Sebuah bilangan prima p disebut bilangan prima Sophie Germain bila 2p+1 juga bilangan prima. Misalnya, 23 adalah bilangan prima Sophie Germain karena 2 23+1=47 juga bilangan prima. Bilangan ini diberi nama sesuai nama matematikawan Perancis Marie Sophie Germain.
5)      Bilangan prima dengan rumus 3+4k, untuk k>0. Tentu, rumus ini gagal menghasilkan bilangan prima untuk k=3, karena 3+4(3)=15 bukan bilangan prima.
6)      Teorema kecil Fermat menyatakan jika p adalah bilangan prima, maka untuk semua bilangan bulat a, =a(mod p). Ini berarti, jika kita mengambil sembarang bilangan a, kemudian mengalikan dengan dirinya sendiri sebanyak p kali dan mengurangi a, hasilnya akanhabis dibagi dengan p.
          Secara khusus, jika a bukan faktor p, maka (mod p) 1. Teorema ini memberikan uji yang baik untuk ketidakmiripan. Dengan bilangan bulat n>1, pilihlah a>1 dan hitung (mod n). jika hasilnya 1, maka n bukan bilangan prima. Sebaliknya, jika hasilnya=1, maka n mungkin bilangan prima sehingga n mungkin disebut  bilangan prima semu basis a (prima semu, bilangan yang “mendekati” bilangan prima).          
          Sebagai contoh, untuk a=2 dan n=341, maka (mod 341)= (mod 341)= = mod 341=1. Tetapi, 341 bukan bilangan prima karena 341= , sehingga 341 adalah bilangan prima semu basis 2. (umumnya digunakan oleh praktisi kriptografi, kriptografi adalah teknik untuk menyamarkan suatu pesan dengan kata lain “sandi”).
          Meski bilangan prima Mersenne terbukti tidak secara pasti benar bahwa rumus tersebut adalah rumus untuk bilangan prima, namun para peneliti tetap menggunakan rumus Mersenne dalam mencari bilangan prima. Bilangan prima terbesar yang diketahui pada September 2006 adalah -1. Bilangan ini mempunyai 9.808.358 digit dan merupakan bilangan prima Mersenne yang ke-44. (demikian notasi penulisan bilangan prima Mersenne ke-44) ditemukan oleh Curtis Cooper dan Steven Boone pada 4 september 2006 yang keduanya adalah profesor university of Sentral Missoouri bekerja sama dengan puluhan ribu anggota lainnya dari proyek Great Internet Mersenne Prime Search (GIMPS).
Di antara semua bilangan prima Mersenne yang sudah ditemukan, sepuluh bilangan terbesarnya ditemukan dengan GIMPS. Bilangan prima Mersenne terbesar saat ini memiliki 9.808.358 digit angka.

C.   Teorema Bilangan Prima
       Sebelum membahas teorema tentang bilangan prima, terlebih dahulu dijelaskan istilah saling prima. Dua buah bilangan dikatakan saling prima jika faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan tersebut adalah 1. Istilah lain dari saling prima adalah komprima atau prima relatif. Jadi defenisi saling prima dapat dituliskan sebagai berikut.
“Dua bilangan bulat a dan b dikatakan komprima, jika (a,b)=1”
       Apabila (ab )=1 maka  juga dikatakan saling prima. Bilangan bulat positif  dikatakan saling prisma dua-dua atau saling prima sepasang, apabila ( )=1, untuk i=1, 2, 3,…., n dan j=1, 2, 3,…., n  dengan i j. contoh (7, 8, 15)=1,sehingga dikatakan bahwa 7, 8 dan 15saling prima dan sekaligus saling prima dua-dua, sebab (7,8)=(7,15)=(8,15)=1. Contoh lain (4, 6, 9, 10) =1 menunjukkan bahwa 4, 6, 9 dan 10 saling prima, tetapi tidak saling prima dua-dua, sebab (4,6)=2, (4,10)=2, (6,9)=3, (6,10)=2 meskipun (4,9)=(9,10)=1.

a.       Teorema 6.1
“Jika sisa pembagian b oleh a adalah prima relatif dengan a, maka b juga prima relatif dengan a.”
Bukti:
Misalkan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat dan a=0, maka menurut algoritma pembagian diperoleh: b=aq+r dengan
Misalnya, (a,r)=1. Apakah (b,a)=1?
Misalkan (b,a)=d, maka dan d|b
Karena b=aq+r dengan d dan d|b maka d|r
Selanjutnya dan d|r, sehingga d merupakan faktor persekutuan dari a dan r.
Tetapi, karena (a,r)=1, maka d 1.
Mengingat (b,a)=d, yaitu d 1, maka d=1.
Maka, (b,a)=1
Contoh:
Misalkan 81 dan 266, dengan 266=(81)(3)+23. Perhatikan bahwa (81,23)=1, maka menurut teorema 1 (266,81)=1. Hal ini dapat dilihat pada Algorotma Euclides.

b.      Teorema 6.2
“Setiap bilangan bulat n>1 dapat dibagi oleh suatu bilangan prima. Dengan perkataan lain, jika n adalah bilangan komposit, maka ada bilangan prima p sehingga p|n.


Bukti:
Cara I
1.      Ambil sembaraang bilangan positif n>1. Jika n bilangan prima maka  berarti teorema terbukti.
2.      Apabila n adalah bilangan komposit, maka n mempunyai faktor selain 1 dan n sendiri. Misalnya , yaitu maka ada sehingga n=  dengan 1< <n.
3.      Ambil bilangan prima sehingga , dengan demikian teorema terbukti. Tetapi, jika  suatu bilangan komposit, maka mempunyai faktor selain 1 dan , misalnya , yaitu  | sehingga ada  sehingga , 1< < .
4.      Ambil bilangan prima sehingga . Karena dan  |n maka . Jadi, n terbagi oleh suatu bilangan prima , sehingga teorema terbukti. Tetapi, jika suatu bilangan komposit, maka  mempunyai faktor selain 1 dan  , misalnya , yaitu . Ini berarti ada sedemikian sehingga =  dengan 1< < .
5.      Ambil bilangan prima  dan  dengan dan yang berimplikasi sehingga teorema terbukti. Tetapi,  jika  suatu bilangan komposit, proses seperti di atas dapat dilanjutkan sedemikian sehingga didapatkan suatu barisan n, , ,….,dengan n> >>……>1.
Penguraian atas faktor-faktor komposit tersebut tentu berakhir pada suatu faktor prima, karena faktor-faktor tersebut selalu kurang dari bilangan yang diuraikan dan selalu lebih dari 1.
Cara II
1.      Misalkan tidak ada bilangan prima p yang memenuhi  dan S adalah himpunan semua bilangan komposit yang tidak mempunyai faktor prima dengan S.
2.      Karena S  dan S N maka menurut prinsip terurut rapi , S mempunyai unsur terkecil m.
3.      Misalkan m S maka m= . dengan 1< <m dan 1< <m, S, sebab m adalah unsur terkecil S, berarti  adalh bilangan prima atau bilangan yang mempunyai faktor prima.
4.      Ternyata terjadi kontradiksi karena m S mempunyai faktor prima. Jadi, S , yaitu ada bilangan prima p yang memenuhi .
Contoh:
1.      Misalkan n=17 dan n {bilangan prima}, menurut teorema 2, terdapat bilangan prima p sehingga . Pilih bilangan prima p=17, sehingga .
2.      Misal n=357, dengan n {bilangan komposit}. Menurut teorema 2, n memiliki faktor selain 1 dan 357 sendirii. Misalkan faktor lain adalah =3 yaitu , maka ada  sedemikian sehingga 357=3  dengan =119 dan 1<199< 357. Karena 119 merupakan bilangan komposit  , maka  mempunyai faktor  selain 1dan 119 sendiri. Misalkan faktor lain tersebut adalah =7 yaitu , maka ada  sedemikian sehingga 119=7  dengan =17 dan 1<17<119. Karena =17 merupakan bilangan prima, menurut teorema 2, ada bilangan prima p sedemikian sehingga . Pilih bilangan prima p=17.

c.       Teorema 6.3
“Setiap bilangan bulat n>1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima.”

Bukti:
Cara I
1.      Ambil sebarang bilangan bulat positif n>1. Menurut teorema 2, ada suatu bilangan prima  sedemikian sehingga . Karena itu, ada bilangan bulat positif sehingga n=  dengan 1< .
2.      =1 n= n {bilangan prima}. Tetapi, jika >1, menurut teorema 2, ada bilangan , sedemikian sehingga . Karena itu, ada sedemikian sehingga  dengan 1< < .
3.      =1 = n= . Hal ini berarti n dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan-bilangan prima (teorema terbukti). Tetapi, jika >1, maka menurut teorema 2,  p {bilangan prima} . Karena itu =  dengan 1 < .
4.      =1 = n= . Hal ini berarti n dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan –bilangan prima (teorema terbukti). Tetapi, jika , maka proses dapat dilanjutkan sehingga pada akhirnya diperoleh .
5.      Penguraian atas faktor-faktor prima tersebut pasti berakhir karena  dan setiap . Misalnya untuk k,  maka diperoleh n= yaitu n dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan-bilangan prima.

Cara II
1.      Bilangan bulat n>1 memiliki kemungkinan n bilangan prima atau komposit. Jika n bilangan prima maka n adalah faktor primanya sendiri. jika n bilangan komposit, maka n dapat difaktorkan katakanlah n=  dengan  dan .
2.      Jika  bilangan prima maka ia adalah faktor prima n. jika  bukan bilangan prima, maka  dengan  dan dengan cara yang sama dapat pula berlaku untuk , yaitu mungkin prima atau komposit. Penguraian faktor komposit pasti berakhir karena faktor-faktornya harus lebih kecil dari yang diuraikan yaitu bilangan komposit itu sendiri, tetapi harus lebih besar dari 1. Jadi, kita dapat menyatakan n sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima.
3.      Suatu bilangan positif yang lebih besar dari 1 dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan-bilangan prima. Jika diantara faktor-faktor prima tersebut ada yang sama, maka faktor-faktor yang sama dapat ditulis dalam bentuk  dengan  adalah faktor-faktor prima dan  merupakan pangkat-pangkat positif.
4.      Selanjutnya  disebut representasi n sebagai perkalian bilangan-bilangan prima atau sering pula disebut bentuk kanonikdari n. teorema 3 sangat membantu untuk menentukan FPB dan KPK dari 2 bilangan atau lebih dengan menyatakan bilangan-bilangan tersebut dalam bentuk kanoniknya.
5.      Misalkan 2 bilangan a dan b, masing-masing dinyatakan dengan   dan  dimana dan , (i=1, 2, 3,…..,r). Dengan demikian FBP dari a dan badalah dan KPK a dan b adalah[a,b]
Contoh :
Ambil nilai a=112 dan b=212.
Penguraiannya menjadi faktor-faktor prima:
a=112=(16)(7)=(4)(4 )(7 )
b=212= (4)(53)= (4)( 53)
Dengan demikian FBP dan KPK diberikan oleh: (a,b)=4 Karena a dan b keduanya positif, sifat [a,b](a,b)=ab dapat digunakan.
Bukti, [112,212](112,212)=112 X 212=23744 : 4=5936 . Cara ini berlaku hanya pada dua bilangan bulat positif.

d.      Teorema 6.4
“Jika n suatu bilangan komposit, maka n memiliki faktor k dengan 1<k .”
Bukti:
Karena n suatu bilangan komposit, ada bilangan-bilangan bulat positif k dan m sedemikian sehingga km=n dengan 1<k<n dan 1<m<n.
Apabila k dan m kedua-duanya lebih besar dari , yaitu k>  dan m> , maka n=km> =n(n>n).
Hal ini tidak mungkin sehingga salah satu dari k atau m harus lebih kecil atau sama dengan , misalnya k, yaitu 1<k . Jadi, n memiliki faktor k dengan 1<k .
Kontraposisi teorema 4.
Apabila bilangan bulat positif n tidak mempunyai faktor k dengan 1<k , maka n adalah suatu bilangan prima.
Contoh:
Apakah 1003 merupakan bilangan prima atau bukan?
Penyelesaian:
Bilangan 1003 diperiksa keterbagiannya oleh bilangan-bilangan prima yang kurang dari  yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29 dan 31. Karena terdapat bilangan yang dapat membagi habis 1003 yaitu 17 maka 1003 adalaah bilangan komposit.

e.       Teorema 6.5
“Jika n (bilangan asli), maka n mempunyai faktor prima terbesar p.”
Bukti:
Misalkan tidak benar bahwa n mempunyai faktor prima terbesar p , berarti n paling sedikit mempunyai dua faktor p dan q> . Dengan demikian, n=pq>  atau n=pq>n. Hal ini menunjukkan suatu kontradiksi (n>n) yang berarti n mempunyai faktor prima terbesar p .
Contoh:
Contoh ini merupakan prinsip kerja dari saringan Eratosthenes. Jika n=300 maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar p  yaitu p=17. Proses yang dilakukan  adalah:
a.       Mencari bilangan prima terbesar kurang dari atau sama dengan
b.      Mencoret semua bilangan kelipatan bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan  (kecuali bilangan-bilangan prima itu sendiri)
c.       Semua bilangan yang tersisa adalah bilangan prima

0 Comments:

Posting Komentar